Selamat Datang di Dunia Nyata

dunia yang penuh tantangan

Senin, 28 Mei 2012

Aku Masih Seperti yang Dulu

Anggap saja aku adalah orang yang memiliki selera cerita yang buruk. Tapi tidak apalah, toh aku lebih hobi menceritakan sesuatu yang menurutku itu penting untuk diketahui.
Kali ini aku sedang memiliki cinta, entah secara paksa atau tidak tetapi aku tetap menikmatinya. Ini adalah kali pertama aku jatuh cinta pada seseorang. Walau sebelumnya pernah dekat dengan orang lain. Itu hanya sekadar saja. Saat inilah yang membuatku bahagia. Betapa tidak, seorang adik yang manizt, imut, tidak sombong, rajin menabung dan kadang-kadang suka boring atau menggalau untuk alasan yang jelas…hehe. Sejak saat itu, kk ganteng ini bahkan sulit untuk menguraikannyya dengan kata-kata yang lebih indah untuk melukiskan keadaan ini. Jika mau jujur, inilah saat pertama aku merasakan cinta yang sebenarnya. Adikku sayang, jika berkenan, ingin kukenang kisah ini seumur hidupku.

Ketika aku menelusuri jejak yang tidak akan kubiarkan pudar, aku sedang berpikir untuk membuat kisah ini tidak luntur. Bunga yang telah merekah akan kusemai dalam balutan cinta yang sedang bersemi. Musim semi kali yah. Dalam guyonan yang romantis ini ada sesuatu yang berbeda.

Hari-hariku dihiasi dengan rasa rindu ingin mendengar suaranya. Sekali-kali  kusapa dirinya dengan rasa sayang. Mungkin agak berlebihan.
RifAn    : halo,, hmm.. ge ngapain de’?
Na    : nih lg trima telepon dari kk.
RifAn    : maksudnya selain itu.
Na    : oo.. kk sndiri ge ngapain.
RifAn    : ge trima tlpon jg dari adikku yg muanizztt.
Na    : gombal lagi dch…
Begitulah seterusnya, hingga hari berganti mencapai minggu. Ada yang berbeda. Tidak ada lagi sapaan sayang. Tidak ada lagi jawaban yang membuatku melayang jauh. Tidak ada lagi tidak ada lagi rindu yang membekas. Begitulah dia menatapku jauh sebelum aku sempat memandangnya. Aku bingung dengan caranya. Kalau diperbolehkan, aku ingin menantangnya sekali ini saja.

Tidak ada lagi yang perlu ditanyakan. Inilah dia yang sekarang. Aku melihat dirinya bagai cermin yang telah berisikan orang lain. Park. Dialah pria itu. Playboy memang orangnya. Kadang kencang bahkan kendor. Terlalu banyak saingan di bumi ini,kalah, maka kau terdepak. Seperti itulah aku.

Park    : sebentar lagi putih biru akan berakhir.
Na    : iii… pak guru. Bikin galau orang saja.
Park    : jadi harus gmn lg dong..
Na    : sa nda bisa pisah ma kita…

Untuk ukuran laki-laki, kata-kata sperti ini lebih bermakna dari apa yang kalian saksikan. Hanya wanita mati rasa yang memaknainya biasa saja.
Na    : pak, Beberapa hari yang lalu saya ulang tahun.
Park    : hmmm… seru kayakx tuh. Mau hadiah apa de?
Na    : saya sch sukax jam tangan.
Park    : warna apa?
Na    : yang ungu mo saja. Pak guru baik dch.
Park    : ah,, ga juga kok, kamu ada-ada jah… kapan-kapan kita jalan-jalan yah…
Na    : ok kkQ sayang.
Park    : ok jujjah adeQ sayang,, hehe

Sebentar lagi praktik KKP akan berakhir. Park dan Na sedang pada penghujung jalan cinta mereka. Park berencana untuk menembak Na pada akhir praktikumnya.  “hmm, akhirnya akan tiba juga waktu yang tepat. Adikku yang muanizztt,, tunggu kk yah,” pikirnya dalam hati. Plakk!!! Awi meneppuk dari belakang, “Lagi ngelamunin apa mas, hayoo ngaku, ntar ta bongkar nanti.. hehe” candanya.” Ah, kamu bisa ajah, biasa, loeh ga liat nih muka gue lagi kinclong… hahaha,” sangkal park. “umbe belahi,nombaka seae La anu ini (iya jga sch, kayak lg bahagia sekali anu ini),” teriak Hani dari ruang sebelah. Hani adalah teman Park sesama mahasiswa praktik di sekolah  menengah pertama. “pulang yuk,” ajak Arna kepada Awi. Kami semua pulang, tetapi Park tetapi setia menunggu Na.
Dari kejauhan tampaklah sosok Na yang dengan langkah malu-malu mendekat ke arah Park.
“Kk udah lama nunggu yah, maf yah tadi masih ada urusan dengan teman,” ucap Na dengan nada bersalah.
“Nggak apa-apa kok, de, selama ade’ yang kk tunggu  kan cewek paling muaanizztt sedunia, jadi nggak perlu merasa bersalah gitu..hehe. senyum dulu dong (sambil mencubit dagu Na)” gombal Park.
“Ah, kk bisa jah. Aku jadi malu nih!” ucap Na sambil lalu.
Kali ini bereka pulang barengan. Tidak seperti biasa, ini kali Na dan Park cukup romantiz. Entah angin apa apa yang merasuki mereka berdua. Angen surga kaleee… haha.
Sambil ngegombal, Park melajukan motornya perlahan. Karena terlalu hepi, tiba-tiba dari arah depan Awi yang lagi menggalau habis-habisan—bahkan sudah mencapai klimaksnya yaitu GATAL (Galau Total)—mlaju dengan kecepatan di atas 40 km per jam (standar Euro untuk Kota Kendari maks 40 km per jam). Braakkk!!! Tabrakan pun tak terelakkan. Aswr terhempas mejauh dari jalan sedang Na dan Park sedikit tersungkur di bibir jalan.
“Kamu gak apa-apa, Na!” suara Park dengan harap-harap cemas.
“Aduh… uuhhh, gak apa-apa kok Cuma lecet sedikit,” keluh Na.
“Lutut dan lengan berdarah gini kok dibilang gak apa. Sini ta liatin dulu… (sambil mendekat dan memperhatikan wajah Na, Park mencoba meneliti luka Na. semacam ada magnet di antara mereka berrdua. Magnet cinta kalee yah. Entahlah!)” pinta Park.
“Aduh,, gak apa-apa kok. Selama kk di sampingku, semua rasa sakit ini akan hilang (senyum simpul seakan menyihir Park),” ucap Na.
“Udah sakit gini masih sempat juga yah,, ta kena kamu. Hehe!” gombal Park lagi
“Oooiiii, enak loeh yah,, gue udah mau sekarat gini masih mau pacaran. Awas loeh ya!” teriak Awi dari ujung jalan.
“Itu derita loeh,, hahaha” teriak Na dan Park secara bersamaan.

Awi menderita patah tulang di pangkal paha, sementara Na dan Park menderita luka yang tidak begitu seriuz. Dia bahkan akan di opname selama sebulan penuh. Saat itu juga Park mengantar Na ke rumah sakit Santa Anna. Sebuah rumah sakit yang terletak di bilangan “Wall Street”nya Kendari. Tempat ini spektakuler karena ketika anda sakit dan kemudian terbangun anda akan langsung melihat Tuhan dengan mata kepala anda sebdiri (Tuhan Yesus yang lagi Nyalib dirinya) dan juga gambar Ibundanya yang lagi nenangin Tuhan menjelang bobo,, hehehe). 
“Ade’ku Sayang, kamu tenang di sini yah. Kk mau pulang jemput mama dulu (mengecup kening Na), bye”ucap Park dengan Mesra.
Na hanya menatap Park dengan  penuh keyakinan serta sesungging senyum di bibirnya. Park merasa tentram dengan senyum itu. Senyum yang telah lama ia rindukan dari semua kekasihnya yang pernah atau bahkan hanya sekadar singgah di hatinya. Sepanjang jalan Park terus menahan asmaranya yang terus membuncah. Ia merasa bagai terbang melayang di pinggiran surga bawah laut Wakatobi. Energy cinta yang begitu melambung jaauuuuhhhh sejauh mata memandang. “Indah sekali,” pikirnya dalam hati. Tidak terasa ia telah tiba di persimpangan bank Sinarmas, KMH (KFC MT Haryono). Sedikit berbelok ke arah Matahari Brilyan Plaza. Akhirnya ia akan tiba di depan perumnas. Melewati lorong samping Matahari. Hanya beberapa menit berlalu sebuah rumah yang pagarnya langsung bersatu dengan dinding rumah terlihat sepi. Warna putih kusam di tembok dan hijau muda bercampur tua pada pintu pagar yang sejak tadi menyendiri dan tetap setia menjaga rumah itu. Piiippp!! Klakson Park. Tidak ada seorang pun di dalam. Ia teringat bahwa mamax minta jemput. Brruuummm…!! Ia pun meluncur menuju Puskesmas Poasia.
888
Minggu pagi, 15 April 2011, Na diajak Park ke suatu tempat yang romantizz abiz. Taman Walikota Kendari tepatnya. Konon, kata orang jika pasangan berkunjung ke tempat ini, maka hubungan mereka akan cepat berakhir. Na dan Park ingin menepis semua itu. Akhirnya mereka tiba juga di taman.
Sambil menatap Na dengan penuh keromantisan, Park mulai membuka pembicaraan. Sepertinya serius, entahlah. Tidak pernah Park seromantis ini.
“Pesan apa, Na?”
“Aku ikut kk ajah (tersenyum manis)” jawabnya manja.
“Mas, juz alpukat dua yah!” ucap Park dengan suara sedikit keras.
Sedang asyik berbincang-bincang tiba-tiba hape Park berdering.
“Astaga, Dewi! Gawat neh, bisa kena semprot neh gue. Reject ajah ah!”khawatirnya dalam hati.
“siapa kk?” ucap Na dengan penuh rasa penasaran.
“Gak ada kok, Cuma orang iseng saja.(dengan nada sedikit gugup)”Park mencoba meyakinkan Na.
Na langsung menerima saja apa yang dikatakan oleh Park karena dia memang cinta banget ma Park. Sedang asyik melihat-lihat di sekeliling, tiba-tiba dari arah yang tidak diduga Park melihat sesosok wanita yang menurutnya sudah tidak asing lagi. Wajahnya ia tutupi menu makanan yang ada di depannya. “Gawat nih, apa juga ni anak (Dewi) pada tumben jalan ke sini,” bisiknya dalam hati.
“Kita kenapa, kak. Kayak lagi maen petak umpet sama anak kecil. Norak tau,” kesal Na.
“Sory menyory de, gua lagi latihan akting buat acara perpisahan nanti,” sangkal Park.
“Ooo… gitu toh. Ya udah. Kita lanjutin jah bincang-bincangnya,” tangkas Na.
Akhirnya mereka mulai bercakap satu sama lain setelah sosok Dewi hilang dari pandangan Park.
“Kk pernah bilang waktu ade sakit mau pergi jemput nyokap. Emangx nyokap kk kantornya di mana?” tanya Na dengan penuh penasaran.
“Ma’ceku (panggilan ibu untuk wilayah Kendari dan sekitarnya) itu bidan di Puskesmas Poasia. Beliau udah lama tugas di situ. Bahkan kadang-kadang kk juga kesal sih ma itu orang tua. Abis nyebelin sich. Setiap gue ke sana, selalu saja dikenalin ma cewek-cewek bidan. Ga tau tuh nyokap, ngiler banget ma bidan. Padahal kk sukanya ma de, kan (sambil mengerdipkan mata).” Jelas Park dengan berpanjang lebar.
“Kk yang sabar ajah. Semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Siapa tahu ajah beliau sudah memikirkan masa depan kk bersama istri kelak (sok serius, padahal ni yah, si Na itu masih SMP loh),” gaya sok dewasa.
“Hmm… masa depan sih boleh de, tapi harus memperhatikan selera anak juga dong, kk kan bukan anak kecil lagi.” Bela Park.
“Itu derita loe… hehehe,” ledek Na.
“oo… mulai nakal kamu yah (sambil mencubit pipi Na) hmm, ta emut nanti. Hahaha,” rayu Park. Mereka berdua pun tertawa lepas.
Suasana taman kota sore itu memang sejuk. Pohon-pohon berukuran sedang berbaris patuh mengelilingi sebuah tugu yang terpasang di tengah. Pemerintah kota menyebut tempat ini sebagai taman terbuka hijau. Piala adipura pernah singgah dan menetap di kota ini.
“Hmm… kkQ yang guanteng. Tau gak, selama aku bersama kk, dunia ini terasa lebiiihhhh indah. Gak kebayang loh aku bisa sebahagia ini. Pengen terus tiap hari kayak gini. Aku seperti cewek paling bahagia di dunia ini. Kk jangan tinggalin aku yah,, pliisss!” harap Na dengan penuh kesungguhan.
Park hanya tersenyum melihat keluguan Na, dalam hati ia berharap “Mudah-mudahan rahasia gue kaga kebongkar sama ini anak. Kalau sampai ini terjadi, berabeh deh gue (senyum2 licik penuh kemenangan),”bisik Park ke hatinya.
Perlahan ia mendekati Na dan merangkulnya. Na damai bersandar di dada bidang Park.
Aku tak mau jikalau kamu pacaran
Aku tak rela kamu nikah sama dia
Oooo……
“Dasar banci kaleng kelontong. Diem lu! Ga liat ni gue lagi romantisan ma cewekku,” Hardik Park dengan penuh percaya diri.
“(ciri khas suara hidung) eh, pisang lo yeh. Mentang-mentang lu lagi hepi, lu tega kaga ngasih duit ke Eike’. Gua gampar lu yeh.” Hardik si Banci.
“EEee… berani lu yeh ma gue. Banci laknat, Makhluk  terkutuk, manusia jadi-jadian. Pergi sana lu. Biar pun lu panggil semua anggota lu sesama banci kaleng, gue kagak peduli. Sono pergi,”suara Park agak meninggi sekaligus mengejek.
Na hanya dia terpaku dengan suasana nyaman dan berkelut dengan pikirannya sendiri. Dia sendiri bingung mengapa ada jenis laki-laki yang tidak mau bersyukur. Pengennya jadi wanita, apa sih maunya ni orang-orang. Na tetap melanjutkan romantisnya dengan Park.
***
Pagi yang cerah. 20 April 2011. Park menikmati Sunrise di balkon rumahnya. Tumben-tumben pagi bener ia bangun hari ini. Biasanya tuh. Malam udah siang bagi dia sedangkan siang adalah malam untuknya. Begitulah hari-harinya yang telah lalu. Entah angin apa yang membuat ia pada pagi ini begitu bersemangat. Park bertetangga dengan seorang koruptor papan atas tingkat kelurahan. Lumayan lah buat ngabisin uang negara. Hehe. “hari ini gue ajak Na ke mana yah?” pikirnya dalam hati.
“Aha, Batu Gong kayaknya lebih asyik,” ungkapnya dalam hati.
Park pun mengirimkan pesan singkat kepada Na.
Park    : met siiiaank ade’ku sayang!kamu sibuk ga hari ini? Ke pantai yuk!
Na    : Siiiaank jga kkQ saaiiaang,,, ga tuh, k pntai mn?
Park    : gmn klo batu gong jah.
Na    : mau… mau… mau… (saingannya Upin Ipin)
Park    : okelah klo begitu.. cee u honey!
Na    : Cee You too! Hehe

Park begitu bahagia membaca pesan singkat Na. dalam hati ia berspekulasi “Begitu mudah yah anak ini diajak, hmm… boleh juga.” Pikirnya sambil mengeluarkan sesungging senyum. “Cot…cot… antar mama dulu sini mi! mama piket ini hari.” Panggil mamanya. “Iye ma.” Meski Park dengan nama berkarakter korea dan logat Jakarte, ia tetap tidak akan lupa daerah asalnya.  Sulawesi. Cot itu adalah kependekan dari Bacot. Ibunya sangat sayang padanya. Lantaran sayangnya, sampai-sampai beliau tidak pernah membiarkan ada wanita yang bertandang ke rumahnya. Sadis kan? Memang begitu mi. di sini yang berlaku adalah sistem Jepang. Loeh tau sendiri kan?
Setelah mengantarkan ibunya ke puskesmas, Park bersiap-siap untuk jalan bareng Na. sementara itu Na sedang berusaha semaksimal mungkin untuk merayu ayahnya.
“Na, ayah khawatir buanget ma kamu sayang. Ayah tuh ga mau jangan sampai terjadi apa-apa dengan mu!” ucap ayahnya dengan penuh perasaan.
“Tapi Yah, Na kan udah janji ma kk Park, masa’ di batalin sih? Aku kan…” belum selesai Na menyangkal, ayahnya langsung menimpali.
“Sayang (sambil merangkul anaknya dengan penuh kasih sayang), itu artinya ayah sayang ma kamu. Ngertiin ayah dong..” ayahnya memelas.
Akhirnya Na mengalah untuk yang ke sekian kalinya. Memang ayahnya kurang merestui apalagi mengizinkan dirinya pergi ke luar kota.
Na    : Kak, maafin aku yah. Papa kuh nda mau izinkan z. secara sih z anak satu-satu. Gmn nih ka? Jdi ga enak.
Park    : hmm… gimana yah.
Na    : please kak, ngertiin aku yah. Hiks-hiks
Park    : klo udah pke acara nangis gini kk jdi luluh nih,, ok deh. Tpi laen kali harus jadi yah.
Na    : (Gambar senyum) OK kkQ sayang.
Akhirnya Park menyendiri lagi. Na tidak jadi menemaninya keluar. “Hmm.. susah jg yah mni anak. Cari yang laen ah,” pikir park dalam hati.
Park    : Vivin sayang, ge ngapain nih? Kamu ada acara gak hari ni?
Vivin    : iihhh.. kk genit dch. Gak ngapa-ngapain nih, malah bete di rumah. Papa sama mamah ge ke Unaaha City. Jadi aku sendirian deh di sini. Emang ada apa kkQ guanteng.

Perlu diketahui bahwa ayah dan ibu Vivin memang sangat sibuk. Setiap hari bekerja untuk mencari nafkah. Maklumlah, ayahnya adalah anggota banggar DPRD Sulawesi Tenggara untuk dari pemilihan Konawe dan sekitarnya sedanglan ibunya memiliki usaha salon ternama di kawasan Jerman. So, jangan heran jika Vivin suka sendirian di rumah. Sejak kecil dia memang selalu ditinggal. Hal ini menyebabkan dirinya lebih dekat dengan orang lain ketimbang papah dan mamahnya sendiri.

Park    : gini de,kk mau ajak kamu jalan ke Batu Gong, gmn?
Vivin    : boleh… boleh… boleh…
Park    : klo gitu, kamu siap-siap skrg yach, aku langsung jemput.
Park memang sudah bersiap sejak tadi ketika akan berkencan dengan Na. ia pun langsung meluncur layaknya pembalap motoGP tingkat kelurahan. Kecepatan di bawah 80km per jam.
Tok…tok…tok… mendengar suarat itu Vivin langsung menyongsong ke luar rumah. Ternyata oma-oma tukang sayur. “Sialan,, gue ketipu nih. Tukaaaa…ng Sayuuu…rrrr, kamu buat aku G…..A…..L….A….U.” Begitulah kalau anak-anak ababil lagi kasmaran. Hehe…
Barulah bunyi tok-tok yang kedua ternyata yang datang adalah Park.
“hai Vi, kamu dah siap kan?” sapa Park dengan penuh semangat.
“Udah dong, buat kkq tersayang harus cantik (tersenyum tipis penuh pesona)!” sambung Vivin,” Yuk berangkat!”
Akhirnya mereka berdua berangkat juga ke Batu Gong. Salah satu tempat wisata yang anda cukup punya modal 10.000 sudah bisa menikmati pantai. Sepanjang jalan Park dan Vivin terus bercakap-cakap tentang pengalaman mereka. Baik dengan mantan yang pernah bersama mereka maupun keadaan sekarang yang mulai merasa kesepian satu sama lain. Park merasa kurang bersama dengan Na. apalagi Na sulit diajak jalan. Sedangkan Vivin ngerasa dunia ini begitu sempit hingga saat ini ia terus menjomblo.


Ke mana pun aku pergi
Selalu sepi tanpamu
Namun tak mudah untukku
Sudah cukuplah sudah
Lagu itu membuat hape Vivin berdering.
Vivin    : Halo, siapa nih? (nomor itu tidak terdaftar di hapenya)
Suara    : Ini gueh, cowok yg akan selalu ada untukmu.
Vivin    : ah, gombal. Kamu siapa sih? (vivin mulai kesal)
Suara    : oo, begitu cepatkah engkau melupakan aku. Sungguh ter…la….lu…. hehehe
Vivin    : eh, loeh kira gueh becanda yah….
Tuuut..tuuuut. vivin langsung menutup telponnya. “Siapa Vi?” tanya Park yang sejak tadi penasaran.”Bukan siapa-siapa kok,” jawab Vivin dengan sedikit gugup. “hmm… boleh juga ni anak,” gumam Park dalam hati. Suara yang menelponnya tadi ternyata Reza. Cowok yang sejak kelas 1 SMA mengejar-kejar Vivin, tetapi Vivin tidak menggubrisnya. Sebenarnya Vivin juga suka sama dia, hanya saja Reza agak kere. Vivin memang tidak doyan ma cowok kere. Sedangkan Park punya modal tampang yang lumayan. Pesan singkat dari Reza datang “Vin, aku memang sangat mencintaimu. Tolaklah aku jika engkau mau. Kau membuat aku bingung dengan dilemma yang kau ciptakan untukku. Aku tahu, aku memang tidak seperti yang kau inginkan. Ingat Vi, Tuhan pun akan memberi sesuatu yang kau butuhkan, tetapi bukan yang kau inginkan. Tuhan saja bisa mengerti dirimu, tetapi mengapa diriku tidak pernah engkau mengerti Vi. Ah… sudahlah. Aku paham sekarang. Aku tidak punya apa-apa, tampang pas-pasan, modal pun tak punya, maafkan aku yang terlalu mencintai mu. Mungkin engkau terlalu indah untukku. Jika aku memilikimu mungkin aku akan jadi sombong. Aku harap Vi, mengertilah… kali ini saja.” Vivi terdiam sejenak dan hampir menitihkan air mata. Tak terasa mereka sudah mencapai pintu masuk Batu Gong. Penjaga pintu menatap dari jauh. Mereka paham bahwa yang sedang menuju gerbang ini bukanlah orang sembarang. Mereka kenal betul siapa Vivi. Ayahnya adalah anggota dewan tingkat I dengan daerah pemilihan di wilayah tersebut. “lima ribu mas,” sapa salah satu penjaga. Park dan Vivi langsung masuk. Mereka memilih gazebo yang ada diujung pantai. Di situ agak sepi. Ditambah dengan angin bertiup sepoy-sepoy.
“Vin, aku sadar ternyata selama ini aku sudah nyia-nyiain kamu, aku minta maaf yah!”ucap Park penuh harap. “Gak apa-apa kok. Aku paham, saat itu kk lagi dilema. Antara keinginan dan pilihan orang tua kk.” Imbuh Vivin menambahkan.
“Kalau sekarang kamu mau kan nerima aku menjadi seseorang yang spesial di hatimu,” Park penuh harap.
“Hmm… gimana yah? Aku pikir dulu ya, ka. Beri aku waktu” kata Vivin.
“Tapi jangan lama-lama yah, kk udah nggak sabar nih… pengen…!!” Park.
“Pengen apaan, kk ada-ada ajah. Gimana yah???” Vivin berpikir sejenak. Vivin tampak mengetikkan sesuatu di hapenya. Sesaat kemudian ia memberikan hapenya tersebut kepada Park. Lalu Park mengambilnya dengan rasa penasaran “Jangan-jangan ni anak mau nolak gueh, gak ada yah sejarahnya gueh ditolak ma cewek” pikirnya dalam hati. Ia lalu membacanya.
Inilah bunyi kata-kata Vivin dalam hape tersebut:
Maaf kak sebelumnya, aku tidak bermaksud menolak kk. Jujur saja, aku sudah punya seseorang yang sangat aku sayang sejak dulu. Dan sekarang orang itu telah kembali padaku. Ia berkata jujur kepadaku dengan sepenuh hati. Dari lubuk hatinya yang paling dalam ia telah mengakui segala kesalahan. Dan orang itu… (terhenti sejenak hingga beberapa halaman ke bawah)
….sedang duduk manis di hadapanku.
Alangkah bahagia hati Park. Kali ini ia dimaafkan sekaligus diterima kembali. OMG, tiba-tiba dari jauh ia melihat sesorang yang sedang ke arahnya. Agaknya ia akan dihampiri oleh cewek cantik lagi. “memang susah kalau guanteng, semua orang cinta kepadanya, hehe…”.
“Hai… lama tak jumpa yah. Jadi ini cewek baru loeh. Tega kamu yah! Sambil menunjuk-nunjuk ke arah  Vivin!” ucapnya sinis. “Siapa sih loeh, datang-datang langsung marah-marah?” giliran Vivin membalas dengan lebih sinis. “hmm… baiklah, maaf kalau aku ngeganggu acara kalian,” sambil berlalu dengan kesal.
“Maaf yah Vi, tadi itu si Sanita, mantan kk yang dulu. Mungkin dia belum rela melepas kepergian kk dari hidupnya. Dan memang agak temperamen orangnya.” Sanggah Park. Akhirnya Vivin menerima juga alasan logis Park.
****
Na dalam kesendirian menyepi di kamar. Menanti kabar yang tak kunjung tiba dari Park. Dalam lamunannya yang panjang Na teringat akan RifAn. Lelaki yang sampai saat ini masih tetap mencintainya. “Dia lagi ngapain ya di sana? Sebenarnya rindu juga sih, hmm…” mengurungkan niat untuk sekadar mengingatnya saja. Tiba-tiba Na teringat akan sesuatu. Sambil mengingat-ingat matanya tertuju pada secarik kertas yang terselip diujung bukunya. Bergegas mengambilnya dan ia teringat akan seseorang yang sebenarnya baru saja ia mengakui bahwa ia merindukannya.


Dear Na,

Sayang, gimana kabarmu? Lama tak bersua yah. Kok kamu udah jarang balas smsku, apalagi nelpon. Bahkan untuk sekadar say “Helo”. Kamu udah punya yang lain yah. Aku nggak marah kok jika kamu udah gak sayang lagi ma aku. Soalnya aku orangnya nyebelin banget, gak bisa kasih kamu apa-apa. Tapi tenang aja, aku punya sejuta rasa sayang yang tidak akan pudar termakan waktu untukmu. Meskipun kadang-kadang rasa sayang itu hanya bias di matamu. Kamu sudah punya yang laen. Oh ya, Na, aku punya sesuatu loh buat kamu. Kamu terima yah, meskipun kamu udah gak sayang lagi n mungkin udah benci ma aku, tetapi pemberian ini jangan kamu buang ya. Ntar berdosa loh, aku harap kamu mau membacanya setiap hari, usai solat lah minimal. Kamu baik-baik yah di sana. Di lain waktu, kita boleh berjumpa lagi kan. Entah kamu masih benci ma aku atau tidak, aku tetap berharap suatu saat aku bisa menemuimu lagi. Dan masih tetap dengan rasa sayangku yang dulu ketika pertama kali kita bertemu.

Btw, nanti kalau kamu punya acara aku diundang juga ya. Biar lewat sms doang gak apa-apa kok. Mendengar kabar darimu ajah aku sudah sangat bahagia. Sekarang kita sudah berjarak. Entah dengan berjalan atau berlari, aku pengen terus bertemu kamu. Gimana kabar sayang mu yang baru? Aku yakin, kamu pasti bahagia. Aku tetap masih seperti dulu Na, meski engkau telah dengan orang lain. Sebuah rasa yang datangnya dari hati, pasti akan menuju ke hati pula. Begitu pun aku, rasa ini dari hati sayang.

Dari RifAn

Na tergugu sejenak dalam lamunannya yang sedang meresah. Nadinya mengernyit, aliran darahnya menyepi. Entah apa yang sedang ia pikirkan tentang RifAn. Setidaknya, sekarang ia sadari bahwa lelaki itu masih tetap, tetap utuh mencintainya dengan sepenuh hati.
Malam itu Na terus berpikir keras tentang cinta yang tulus dari RifAn. Lelaki itu, meskipun tidak selalu bisa menemaninya dalam duka, menghiburnya dalam kesedihan, memberinya di saat butuh, tetap memberikan rasa yang sebenarnya itulah yang selama ini ia inginkan. Bukan seperti kasih sayang dari Park atau Tri yang terasa hambar. Sayur tanpa garam masih kalah. Ia tertidur. Terlelap dalam alunan mimpi indah bersama RifAn. Na benar-benar merasakan kehadirannya.
888

Pagi-pagi Na telah bersiap berangkat ke sekolah. Pagi-pagi sekali pula Uri mengiriminya pesan singkat. Katanya ada tugas dari Pak Stev tentang membuat puisi. Ia pun bergegas. Menuruni anak tangga rumahnya yang hanya berjumlah 3 anak tangga. Menghampiri ayahnya yang sedang mengelap mobil Avanza keluaran lama di halaman rumahnya. Persis di belakang kios yang sedang mematung depan rumahnya. Mencium tangan dan mengucapkan salam sambil lalu. Na menelusuri jalan beraspal itu. Melewati perumahan baru yang bernama Graha Anawai Residence. Sekitar 200 meter barulah ia dapati simpang tiga untuk lurus ke depan hingga ke gerbang. Jalan utama. Menunggu pete-pete,
 Mobil yang kadang-kadang lebih membosankan daripada teriakan anjing.
Gerbang pintu sedang ramai dimasuki gerombolan-gerombolan kecil anak sekolahan. Mereka menyatu dalam naungan SMPN 4 Kendari. Seorang polisi lalulintas sedang menertibkan kendaraan yang lalulalang. Khawatir jangan sampai anak-anak ini tertabrak atau apalah. Kadang-kadang juga anak-anak ini jauh lebih rajin daripada polisi ini. Agak aneh memang. Kiri kanan penjual somay  berorasi dengan dagangan yang itu-itu saja. Bakso di warung sedang ternganga menunggu kehadiran ayam-ayam lapar. Anak-anak ini tampaknya harus bekerja ekstra keras sebab sekumpulan daun tua sudah menanti mereka dengan penuh percaya diri.
Pak Stev masuk pada jam pertama hari Jumat ini. Beliau akan membawakan materi slogan dan iklan. “Anak-anak, di zaman yang serba instan ini iklan dan slogan semakin diperlukan. Terutama industri-industri yang membutuhkan pemasaran yang cepat sehingga bisa langsung dikenal oleh konsumen. Mungkin saja di antara kalian kelak ada yang akan menjadi tenaga pemasaran ternama. Oleh karena itu, belajarlah dari sekarang.” Demikianlah penjelasan singkat Pak Stev. Beliau memang berdedikasi, baik terhadap murid, dan ringan tangan dalam membantu permasalahan mereka. Na dan teman-temannya ditugasi untuk membuat Iklan. Kelas agak gaduh. Reyn dan musuh bebuyutannya Tania terlibat adu mulut. Pak Stev langsung mendekati.
“Ada apa ini, tiada hari tanpa aku melihat kalian berdua perang mulut terus bahkan mulai ada serangan-serangan pemanasan,” ucap Pak Stev penuh selidik.
“Ini pak, suka sekali ganggu orang lagi menulis,” Tania menyanggah.
“Bisanya itu, dia ini Pak Guru memang suka memfitnah,” Rey mulai ngawur dan menuduh yang bukan-bukan.
“sepertinya kalian berdua perlu diberi pelajaran. Belakangan memang tingkah kalian agak aneh. Pasti ada yang tidak beres. Kalian tunggu saja nanti. Cepat kembali sana ke tempat duduk masing-masing,” ucap beliau  membujuk.
Anak-anak ini memang beruntung punya Pak Stev yang bahkan tidak pernah memperingatkan mereka secara fisik. Namun, sebagian dari mereka sama sekali belum mengerti apa makna menghargai. Nantilah, mungkin belum saatnya. Maklumlah karena anak-anak ini masih  ababil katanya.
Setiap kelompok akan mempresentasekan karyanya. Kelompok Febi, iklannya tentang krim pembersih wajah. Mulailah mereka beriklan. Inilah kata-kata Febi.
Pakailah krim ini!
Bisa membuat wajah bersih dan bersinar, cling
Bisa dipakai kapan saja…
Teman-temannya serentak tertawa terbahak-bahak. Bukan karena iklannya yang kurang bagus, melainkan yang mempromosikan dan pelakunya sangat kontras. Febi memang hitam manis sehingga krim itu tidak mungkin memutihkan wajahnya.
Sementara itu Rey dan Tania akan mengiklankan  produk kontrasepsi.
Tania: Inilah kontrasepsi alami
Dua anak cukup
Bisa mengatur permainan bulan
Murah meriah dan tidak menimbulkan efek samping
Rey: Diminum 5 menit sebelum beraksi!!
Kembali tawa membuncah dalam kelas Na. mereka bertanya-tanya apa sebenarnya maksud perkataan Rey barusan. Rey bingung. Lalu pak Stev menjelaskan bahwa iklan ini sebenarnya hanya untuk orang dewasa. Tersenyum tipis lalu melanjutkan pelajaran.
Pembelajaran hari ini begitu menyenangkan dirasakan Na. betapa tidak Pak Stev begitu nyata menjelaskan pelajaran. Bahasa yang komunikatif sehingga mudah dipahami. Namun, sebenarnya Na sedang teringat seseorang. Seseorang yang  telah meluluhkan hatinya. Seseorang yang sejak pertama membuatnya jatuh cinta. Jauh dari lubuk hatinya yang paling dalam. Dialah RifAn. Lelaki yang jarang menemuinya tetapi selalu menemani hatinya. Jarang menghubunginya tetapi bahasa hatinya selalu berbicara tentangnya. Begitu indah dan nyata.
****
Siang itu pantai Toronipa sepi. Yah, tentu saja karena sekarang bukan hari libur. Para siswa sedang bergelut dengan masalah mereka sendiri. Di sudut pantai seorang lelaki dengan bekas cambang tercukur  bersua. Vivi. Tentu saja, wanita yang beberapa waktu lalu diajak Park lunch bareng di pelataran walikota. Saat ini keadaannya beda. Dua anak manusia itu sedang memadu kasih. Seonggok pasir melongo, menyaksikan deburan ombak yang tak sanggup memecah pantai sebab tidak ingin mengganggu dua anak manusia itu.
Laut menghambarkan diri untuk alasan yang jelas. Burung-burung itu  mencuri dahan di sekitaran Gazebo demi menyaksikan  seri drama paling langka di dunia. Cinta yang sederhana. Disaksikan oleh alam. Namun, tidak sesederhana itu Park memahaminya. Dia hanya ingin, banyak cinta yang menemaninya, memuaskan diri dalam kemesraan. Bangga atas ketampanan yang ia miliki. Vivi tersandar pada dada bidang Park. Mengadu rutinitas yang setiap hari menjepit dirinya. Membuat laporan asuhan, dines malam, mencari wanita hamil. Uuhh… semua itu membuat gerah penatnya. Calon bidan muda memang harus demikian sebab keselamatan generasi muda ada di tangan mereka.
Vi: Yang, belakangan ini kamu ke mana sih? Aku kangen banget loh ma kamu.
Park: cup cup cup, aku paham de. Aku lg banyak urusan minggu ini. Kompetisi PS-3 antarlorong sebentar lagi akan kumenangkan. Chip pokerku sudah mencapai 10 M. (sambil tertawa kecil dan mengecup pipi Vi)
Vi: Jadi, kamu lebih mentingin itu semua daripada aku yah. (dengan penuh selidik)
Park: tidaklah sayang, kamu lebih penting daripada dunia seisinya (merayu).
Vivi diam. Rasa sayangnya yang terlampai besar mengalahkan semua rasa curiganya pada Park. Padahal beberapa waktu lalu Arteri Rey pernah menceritakan padanya bahwa ia melihat Park di Club malam Platinum bersama seorang wanita seksi. Arteri memang benar. Sahabatnya itu tidak pernah bohong. Namun, Park jauh lebih cerdas berkata-kata. Vivi akhirnya jatuh dalam pelukannya. Tanpa curiga sedikit pun.
****
Tanpa sadar Vivi ternyata pernah bertemu dengan Dewi. Pertemuan yang diprakarasai oleh teman Dewi sendiri, Yance. Yance teman sekampus Vivi ternyata pernah satu sekolah dengan Dewi di Kolono City beberapa tahun yang lalu.
Dew: gimana Fi, kapan kita beri  pelajaran cowok brengsek ini?
Vi: besok jah, z dah janjian denan dia di warnet pukul 4 sore. Sepulangku dari RSUP Sultra.
Dew: Ok, baiklah. Mungkin ini perburuan terakhir permainannya. Kita harus akhiri sebelum rekan yang segolongan dengan kita ikut menjadi tumbal rayuan mautnya.
Vi: betul sekali itu Wi. Aku juga sudah muak melihat tingkahnya. Menjijikkan.
Dew: nti berita tahu jah lewat sms.
Chatingan terhenti.

Pagi-pagi Vivi harus dines pagi di RS. Ia minta dijemput Park.
Vi: Yang, kamu bisa jemput aku gak. Sepertinya aku telat nih. Pliissss!
Park: aduuhh, maaf ya  yang. Aku mau antar ma’ce ni. Sekali lagi maaf yah yang. Naek ojek saja dulu.
Dewi langsung nyerocos ke Park. Siapa sih tuh. Ngeganggu jah kesenangan orang. Park memang sedang menemani Dewi di kamar. Teman yang biasa digunakan untuk romantisan. Tiba-tiba dari atas bumi SKSD Palapa Indonesia mengirimkan sebuah kode biner yang selanjutnya diterjemahkan oleh telepon genggam Dewi jenis Nokia tipe X2.  Ternyata dari Vivi.
Vivi: Wi, aku barusan meng-SMS Park, katanya dia mau antar ibu’nya.
Dew: hmm, itu bo’ong besar Vi. Nih aku lagi berdua ma dia.
Vivi: Dasar kutu kumpret, ana boker, tai kucing. Aku benar-benar ditipu nih
Dew: gimana nanti sore. Kamu bisa kan?
Vivi: Oke deh. Ini dia kejutan terbesar dan terindah dalam hidupnya. Hahaha (tertawa licik)
Park masih asyik dengan PS-3 nya. Menanyakan pada Wi tentang siapa yang barusan mengiriminya pesan. Dewi hanya berkata bahwa teman barunya itu Vina. Anak program D-3 Kebidanan Poltekkes Kendari yang sekarang lagi dines di RS.

Seorang ibu buru-buru membawa anaknya pada Vivi yang sering muntah-muntah dan mual tanpa alasan yang mendasar. Sebab beberapa waktu lalu anaknya sehat wal afiat. Si Ibu ini memang sangat sibuk. Begitu juga suaminya. Satu-satunya cara untuk berkomunikasi dengan anaknya adalah lewat BBM (Blackberry Massenger). Seandainya Mike Lazaridisi dari Turkey tidak menciptakan itu. Entah apalah yang terjadi. Anaknya sekarat, sang ibu tengah sibuk dengan urusannya sendiri. Vivi membawa pasien itu ke tempat USG. Tempat untuk mendeteksi bagian dalam tubuh. Umurnya sekitar 16 tahun. Kelas 1 SMA.
Beberapa menit kemudian. Sang ibu dengan wajah kecut serta senyum yang dipaksakan berusaha tabah. Walaupun sebenarnya ia tidak lebih tabah daripada seorang anak kecil yang menelan ludah melihat es krim magnum di hadapannya. Vivi keluar. Memikirkan bahasa terhalus yang bisa dimengerti oleh si Ibu tanpa harus menyakiti hatinya.
Akhirnya pernyataan itu keluar juga “Perut anak ibu telah berisi,” ucap Vivi dengan frekuensi suara terendahnya. Mungkin hanya 20 Hertz. Si ibu terdiam kemudian “Bisakah anda menyelesaikannya. Aku tidak menginginkannya, tolonglah sus,” si ibu memelas. Vivi terdiam karena ini adalah permintaan tersulit. Ia enggan memenuhinya. Dia wanita dan pasien itu juga wanita. Dia tahu perasaan wanita yang kehilangan anaknya. Setidaknya si ibu ini adalah gambaran ibu durhaka di zaman modern ini. Vivi diam. Dia memiliki alasan yang jelas untuk diam dan tidak menerima tawaran itu.
“Sebaiknya ibu bawa saja dulu ke rumah. Pikirkan baik-baik sebelum semuanya berubah,” vivi menyanggah. Sang ibu bergegas membangunkan anaknya. Mengantarkannya pulang dengan emosi yang tertekan. Ternyata selama ini anaknya bergaul bebas di rumahnya sendiri. Mencetak calon cucu tanpa SK darinya. Mau diapa, keinginan yang besar selalu mengalahkan akal sehat. Bahkan bom Molotov masih lebih baik.
Vivi berpikir sejenak. Seandainya ia berhubungan lebih jauh dengan Park, mungkin nasibnya akan lebih menyakitkan dari gadis itu. Korban cinta sesaat. Stateskop di tangannya hampir terlepas. Dia gamang. Impus yang sedar tadi menatapnya dengan penuh rasa penasaran, memancing selusin jarum suntik di meja itu untuk ikut menyaksikan kegundahannya. Sejenak, Ruang Seruni nomor 3 itu membisu. Mencari jawab dari hatinya. Wajah yang terlampau miris.
****
Sore itu. Kompleks DPRD Sultra agak sepi. Wakil rakyat yang memang sebagian besar suka keluyuran mana mungkin betah di tempat suntuk seperti itu. Hanya sebuah warnet di sampingnya. Tepat berseberangan dengan gedung perpustakaan dan arsip daerah. Warnet itu sibuk. Menyela pertemuan tak direstui yang sering dilakukan Park dan Vivi. Vivi menunggu kedatangan Dewi. Ba’da ashar, pukul 4. Sesaat kemudian pete-pete parkir di pinggir jalan. Seorang wanita periang akan menemui vivi. Selalu tersenyum meskipun itu pahit. Sepahit buah paria.
Vi: dimana wi, kamu siap kan
Dew: yupz!
Mereka mengatur rencana. Dewi akan bersembunyi di dalam warnet sementara itu Vivi lah yang akan menemui Park. Park datang dengan motor kesayangannya. Jenis Ducati 500cc generasi kedua. Brruuumm, brruuumm, bruuumm. Motor itu memang gagah, setampan yang punya. Hanya saja, motor itu lebih setia dibanding yang memakainya.
Park: (sambil tersenyum tipis penuh keyakinan) gimana kabar sayang?
Vivi: baik-baik jah, tidak ada yang kurang. (mendengus sinis)
Park: kita ke mana sore ini biar romantis? (setengah bertanya pada dirinya sendiri)
Vivi: (berpikir) baiklah, tapi tunggu dulu aku akan kenalkan temanku yang di dalam. Ia penasaran sekali denganmu.
Sesosok wanita kemudian keluar dengan kerudung hitam, baju putih, dengan levis kehitaman. Perpaduan yang kurang srek tapi tetap modis. Park serasa mengenalnya. Semakin dekat, dadanya berdegup, genderang perang lebih tepatnya, ternyata wanita itu adalah….. D-E-W-i. kekasihnya yang lain yang tadi pagi baru saja ia romantisan dengannya. Park terdiam, kali ini ia tidak berkutik. Seakan sedang ditodong dengan senapan mesin kaliber 55mm. Dewi dan Vivi ibarat pasukan elit Jerman (Waffen SS). Park tidak bersenjata apa-apa. Hanya secercah harapan kosong.
Vivi: Ternyata yah, selama ini kamu…. (tersedak menahan emosi)
Dewi: Sudahlah Park, lelaki brengsek sepertimu memang layak menerima ini. (melabrak Park secara bersamaan)
Vivi: aku tidak habis pikir, ternyata kamu lelaki berjiwa buaya, mata keranjang juga, keranjang sampah.
Dewi: Park, kali ini kesabaranku sudah habis. Entah sudah berapa banyak wanita yang engkau permaenkan secara murahan.
Vivi: kamu perlu tahu Park. Ini kali pertama aku punya kekasih, dan… (tangisnya sudah tidak tertahankan, air mata mengalirkan deras)
Dewi: aku dengar kamu juga sedang dekat dengan Na, anak ingusan itu. Benar-benar keterlaluan. Lelaki sepertimu layak diberi pelajaran. Kejantananmu sama sekali tidak berguna. Binasakan saja sekalian. Sekarang kami berdua tidak ada hubungan lagi dengan mu. Pergi sana!
Vivi hanya diam, memandangi Park. Mereka berdua pun mendorong Park hingga terjerembab ke dalam selokan yang penuh dengan kotoran para anggota dewan. Maklumlah, tempat itu berada dalam kompleks tersebut. Park terdiam. Ini kali ia kehilangan dua wanita tersayangnya. Sekaligus. Entah bagaimana dengan Na,wanita itu polos, baru mau beranjak 15 tahun. Terlalu dini untuk dipermainkan. Vivi dan Dewi pulang berboncengan. Mengobati luka hati dalam kebersamaan. Sekarang mereka GATAL (Galau Total). Padahal sore itu lapangan eks MTQ sedang ramai. Akan ada konsernya WALI BAND.

*****
Na sedang terduduk di kios depan rumahnya. Tempat ia selalu mengobati rindunya pada Park sendirian. Tempat yang selalu menjanjikan sejuta kesan. Kadang-kadang mantan kekasihnya – mungkin masih ia cintai – lewat di hadapannya. Mungkin masih ada cinta yang tersisa. Telepon genggamnya berdering. Rupanya dari Dewi, entah dari mana ia mengetahui nomornya. Lagian ia tidak mengenalnya. Namun isi pesannya membuat ia sangat mengenalnya.
Dewi: De, saya ini tunangannya Park, sebaiknya kamu jangan mi dekat-dekat dia atau kamu akan menyesal nantinya.
Na kaget bukan kepalang, entah fitnah atau kabar angin. Ia mengerti betul. Park benar-benar kotor di matanya. Ia benci, sangat benci, bahkan untuk sekadar menyebut namanya. Segerombolan sapi yang menyebrang jalan menatapnya. Seolah heran dengan raut wajahnya. Kejengkelan yang sulit dilukiskan walaupun dengan air mata. Na tersedu-sedu, kesedihan yang membuncah. Dalam keadaan berdiri  ia pucat. Beberapa detik lagi ia pingsan. Dan akhirnya, wajahnya meredup. Perlahan akan menyentuh lantai. Tiba-tiba, ia merasa berada di tangan seseorang. Dan…… ah! RifAn ternyata sedari tadi menghampirinya. Air matanya mengalahkan kesadarannya sehingga kehadiran RifAn tidak ia ketahui. Ia menatap kosong wajah RifAn, lelaki yang teduh, selalu menjanjikan ketenangan jika berada di dekatnya. Lama Na menatap lelaki itu, seolah meminta harapan darinya. RifAn memang sangat sayang padanya. Bahkan lebih sayang dari yang diperkirakan Na. RifAn mengambil segelas air putih untuk menenangkan dirinya. Ia minum, tetapi matanya tetap tertuju pada lelaki itu. Rasa sayangnya tumbuh.
RifAn : Ada apa Na? kamu terlihat kusut hari ini.
Na: (Masih terdiam, bingung dengan alasannya sendiri)
RifAn: sudahlah, jangan terlampau larut dengan kesedihan. Kita jalan apa adanya.
Na: Rif, (masih terbata-bata) dia… Park…
RifAn: mengapa dengan Park? Dia menyakitimu?
Na: dia…. Ternyata dia sudah punya tunangan. Barusan wanita itu meng-SMS-ku
RifAn: yang sabar yah, mungkin ini sudah waktunya. (sambil mengusap rambut lurusnya, seketika Na tenang di sisinya). Aku membawakan ini untukmu. Hadiah kecil yang mudah-mudahan bermanfaat.
Na: (matanya mulai sedikit bercahaya, mengambil dan langsung membuka hadiahnya. Sebuah mushaf Al Quran kecil yang cantik) makasih Rif.
RifAn: aku sangat sayang padamu de. Aku ingin tidak ada jarak lagi di antara kita. Ucapan ini dari lubuk hatiku terdalam dan kutujukan untuk hatimu, ade’ku sayang. (mendesah pelan, dalam, penuh harap)
Na terdiam… dalam hatinya ia ingin membalasnya. Mungkin besok tetapi bukan sekarang. Jawaban itu tidak mudah baginya, apalagi Park masih terngiang di benaknya. Akhirnya mereka berdua diam. Piiipp! Piiipp! Piiipp! Sebuah mobil avanza memasuki pekarangan. Ayah na, ia baru pulang dari kantor. Membawa bingkisan.
Ayah: Assalamualaikum!
Na: Walaikumussalam Yah.
Ayah: siapa ini Nak? Baru aku melihatnya. Dan wajahmu agak sedih. Apa yang telah ia lakukan padamu? (suaranya semakin tegas menatap curiga)
RifAn: (sambil menjulurkan tangan) saya Rif, Pak. Teman Na.
Ayah: (mendehem penuh wibawa)
Na: Bukan dia yang membuatku sedih, Pa. Parklah pelakunya.
Ayah na mengangguk mengerti sambil memberi peringatan pada RifAn. Namun, RifAn tetap senyum. Senyum yang sederhana, tanpa mengharapkan balasan. Berlalu ke dalam. Beberapa saat ibu Na keluar. Menyapa RifAn dengan penuh kehangatan. Ruang tamu itu seolah tersenyum, lukisan abstrak berusaha menyelami pertemuan itu. Meski tampak bias, setidaknya benda itu paham bahwa ada seorang wanita yang lagi galau.
Ibu: siapa temanmu ini, Na?
Na: kenalkan Bu, ini RifAn. (lelaki itu memperkenalkan namanya)
Ibu: Rif sudah lama yah. Maaf, ibu baru selesai beres-beres. Jadi sekarang baru bisa menemani kalian berdua.
RifAn: oh, gak apa-apa kok Bu. Justru saya yang harus minta maaf karena telah mengganggu waktu istirahat ibu.
Ibu: Loh, kamu kenapa Nak? Wajah tampak kusut gitu.
Na: Park, Bu. Dia telah mengkhianati saya.
Ibu: Dasar laki-laki murahan. Berani sekali dia membuat anakku seperti ini. Akan kuberi dia pelajaran. (geram)
Na: tidak perlu Bu. Di pasti akan merasakan sendiri akibatnya. Syukurlah RifAn menemaniku di sini. Kalau tidak, mungkin… entahlah, hanya tuhan yang tahu.
Ibu:Baiklah, (emosinya mulai mereda) gimana kabarmu Nak? (menyapa RifAn) kamu bisa ceritakan pada Ibu gak sekilas tentang dirimu? Ibu pengen tahu.
RifAn: baik Bu. Aku berasal dari sebuah pulau yang jauh. Namanya Kabaena. Pulau yang merupakan salah satu penghasil nikel terbesar di Sultra. Tepatnya di bagian Timur. Orang menyebut kampung itu Balo. Ayah dan ibuku seorang petani tulen. Aku dibesarkan di sebuah keluarga sederhana dan berpikiran maju. Meskipun secara ekonomi kurang, kami sangat bahagia secara batin. Sekarang aku sedang kuliah sebuah universitas terbesar di Sultra, semester VIII. Sebentar lagi akan berakhir dan meraih gelar sarjana. Karena tidak memiliki keluarga di sini, aku menyewa sebuah kamar kost bersama adik perempuanku yang sekarang kuliah di jurusan bahasa inggris muhammadiyah. Sejak remaja aku sudah merantau. Sekolah di negeri orang dengan cita-cita yang sudah kugenggam. Oleh karenanya, aku sudah terbiasa dengan keterbatasan. Bahkan kuliah ini selalu kuusahakan untuk bisa dibiayai diri sendiri melalui program beasiswa prestasi. Kurang lebih begitulah, Bu.
Ibu Na mendengarkan secara seksama. Setiap detil penjelasan RifAn ia telaah baik-baik. Mungkin beliau sedang berpikir  dan menebak bagaimana kepribadian lelaki itu. Sedikit takjub. Sangat jarang orang yang seperti itu. Berjuang sendiri dengan motivasi. Namun, perjalanan hidup lelaki itu membuatnya tidak mampu tegas. Sebab ia tidak terbiasa marah. Makanya kadang-kadang suka dipermainkan oleh muridnya sendiri. Dia sangat mengerti bahwa perkataan yang kasar itu sangat tidak enak didengar. Apalagi berperilaku galak.

Matahari beranjak turun menuju peraduannya. RifAn berpamitan kepada Ibu dan Ayah Na. dengan penuh rasa hormat tentunya. Na menemani RifAn sampai di pintu pagar. Saat hendak pergi, Na masih menggenggam erat tangan RifAn. Seolah ada yang belum tersampaikan. Na hanya diam, menatap dalam-dalam mata RifAn. RifAn mengerti. Lalu ia berkata “Na, aku masih terus menggenggam rasa sayang ini untukmu. Aku bersedia menunggumu di waktu yang kau inginkan. Rasa ini aku petik dari hati dan menunggu balasan dari hatimu pula. Aku masih seperti yang dulu sayang, bersama cinta yang ingin aku semat padamu,” bisik RifAn padanya. Na masih diam. Tergugu dalam gundah yang mulai mereda. Tiba-tiba ia rasakan sesuatu yang hangat di dahinya. Uppzz! RifAn mengecupnya dengan indah. Na merasakan kehangatan dan kesederhanaan itu menjalar di sekujur tubuhnya. Seolah mencari jawab atas dirinya sendiri. Na berpikir keras. Menjamu secercah harapa dari lelaki yang barusan mengecupnya ini. Begitu indah, hingga bulu romanya bergetar. Perlahan RifAn melepaskan tangannya. Berlalu bersama angin, menelusuri jalan berasapal itu. Na tetap terpaku di pintu pagar rumahnya. Mengeja langkah RifAn hingga terhapus bayang rerumputan di kiri dan di kanan. Tunduk sejenak, lalu memasuki rumahnya. 
Bersambung….

Episode awal
Kali ini engkau datang bersama sejumput angan
Terbang menjelajahi waktu dan banyak kisah
Dan kini menjemput penggal asa di matamu
Menatap dengan perasaan malu-malu
Menahan setiap detil rindu pada rasa sayang
Lalu pada hari itu, aku tuangkan padamu
Mengawali satu episode cinta dalam hidupku

Dirimu dan diriku, berpadu dalam sebuah kisah sederhana
Bercerita tentang kerasnya kehidupan
Tentang rindu yang tertahan
Biasan wajahmu yang teduh memberiku sejuta kesan tentang rasa sayang
Membentuk episode kisah yang baru di antara kita
Aku tahu,  engkau begitu sayang
Cerita tentang masa lalumu sedikitpun tidak membuatku ragu
Lupakan saja
Aku punya banyak kesan tentangmu
Tetang rasa yang tidak pernah berbohong
Kadang-kadang aku sulit berdamai dengan diriku sendiri
Bahkan kadang-kadang cemburu secara berlebihan dengan orang lain
Begitulah rasa cinta ini membuncah, sekaligus merekah ketika di dekatmu.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar